Apa dasar pemikiran/landasan teoretis cara pembelajaran workshop-workshop Metode MSD?
Kami menyelenggarakan workshop-workshop Metode MSD dengan cara pembelajaran seperti ini:
- Peserta didampingi buku kerja
- Peserta belajar dalam durasi singkat (antara 10-15 menit/pelajaran).
- Peserta belajar secara berkelanjutan (10-28 hari)
- Peserta mengerjakan quiz-quiz
- Peserta mengerjakan pretest dan post-test
- Peserta berinteraksi dengan pemateri dalam group diskusi
- Peserta mengikuti dua kali webinar di pertengahan dan akhir workshop.
Catatan:
#1-#7: Berlaku untuk Workshop Batch; #1-#5: Workshop Non-Batch
#7 Khusus workshop meta-analisis: satu webinar.
Untuk mengetahui perbedaan batch dan non-batch, silakan baca artikel “Workshop Non-Batch aja Yuk”.
Berikut adalah penjelasan atas setiap cara pembelajaran di atas.
1. Buku Kerja sebagai Active Learning, Generation Effect, Dual Coding, & Attention and Engagement
Studi oleh Freeman et al. (2014) menunjukkan bahwa active learning, di mana peserta aktif mengolah informasi, lebih efektif dibandingkan metode pasif seperti mendengarkan atau membaca.
Format buku kerja yang memaksa peserta mengisi informasi yang hilang mengaktifkan retrieval practice (mengambil informasi dari memori), yang memperkuat jalur neural dan meningkatkan retensi jangka panjang.
Slamecka & Graf (1978) menemukan bahwa informasi yang dihasilkan sendiri oleh pembelajar (dibandingkan yang hanya diterima) diingat lebih baik.
Ketika peserta mengisi bagian yang kosong dalam buku kerja, otak mereka "menghasilkan" informasi, meningkatkan keterlibatan kognitif dan memori jangka panjang.
Paivio (1986) menunjukkan bahwa informasi yang disajikan dalam bentuk visual dan verbal lebih mudah diingat (dua coding theory).
Format buku kerja yang sesuai dengan slide presentasi membantu peserta menghubungkan informasi visual (slide) dengan teks yang mereka isi. Ini mengaktifkan jalur visual dan verbal di otak secara bersamaan, meningkatkan pemahaman.
Otak lebih cenderung memproses informasi yang membutuhkan perhatian aktif (Posner & Petersen, 1990).
Informasi yang sengaja "ditutupi" di buku kerja meningkatkan rasa penasaran peserta, membuat mereka lebih fokus pada materi untuk menemukan jawabannya. Ini mengaktifkan sistem perhatian otak, seperti korteks prefrontal dan parietal.
2. Pembelajaran dalam Durasi Singkat sebagai Respons atas Keterbatasan Perhatian Manusia
Otak manusia memiliki kapasitas terbatas untuk memproses informasi baru. Video berdurasi 10-15 menit sangat ideal karena memanfaatkan rentang perhatian rata-rata manusia yang berkisar antara 10-20 menit (Miller, 1956). Format ini mendorong konsistensi pembelajaran harian tanpa membebani otak, memungkinkan proses encoding yang lebih efisien ke dalam memori jangka panjang.
3. Pembelajaran Berkelanjutan sebagai Pendekatan Berbasis Spasi Waktu
Penyampaian materi secara bertahap selama 21-28 hari memanfaatkan prinsip pengulangan berjeda (spaced repetition), yang lebih efektif dibandingkan pembelajaran intensif dalam waktu singkat (cramming). Ini membantu mengurangi lupa (forgetting curve). Spaced Repetition (Ebbinghaus, 1885).
4. Kuiz Harian sebagai Retrieval Practice Effect
Kuiz adalah cara efektif untuk meningkatkan retensi karena memaksa otak mengakses kembali informasi yang telah dipelajari. Aktivitas ini memperkuat jalur neural terkait, meningkatkan kemungkinan informasi disimpan dalam memori jangka panjang (Retrieval Practice Effect (Roediger & Butler, 2011).
5. Pretest dan Post-test
Rujukan: Testing Effect dan evaluasi metakognitif (Dunlosky et al., 2013).
Pretest membantu peserta mengidentifikasi area yang perlu fokus lebih lanjut, sementara post-test mengukur kemajuan dan memperkuat pembelajaran melalui pengulangan. Tes ini juga memberi umpan balik kepada otak, memperkuat motivasi melalui rasa pencapaian.
6. Interaksi Melalui Grup Diskusi sebagai Reinforcement
Workshop kami menerapkan prinsip pentingnya interaksi sosial dalam pembelajaran (Vygotsky, Social Development Theory). Grup diskusi WhatsApp memberikan ruang untuk bertanya, berdiskusi, dan berbagi pemahaman, yang memperkuat pembelajaran melalui social reinforcement. Interaksi ini merangsang korteks prefrontal, yang terkait dengan kemampuan analisis dan pemecahan masalah, serta meningkatkan emosi positif melalui pengakuan sosial.
7. Webinar untuk Pendalaman Materi
Workshop kami mengimplemetasikan prinsip konsolidasi memori dan deep processing. Webinar pada pertengahan workshop dan akhir workshop memungkinkan peserta mengkonsolidasikan pembelajaran sebelumnya. Diskusi mendalam merangsang higher-order thinking dan memperkuat jalur neural melalui pemrosesan kognitif yang lebih dalam.
Demikian uraian mengenai cara pembelajaran yang kami terapkan dalam workshop-workshop kami.
Mari “Belajar Metodologi Penelitian dan Statistika dengan Metode MSD: Cara Belajar yang Mudah, Simpel, dan Sederhana”
Wassalam
M. Sopiyudin Dahlan
Founder Metode MSD